Setelah 40 tahun terpisah, anak Indonesia yang diadopsi warga Belanda bertemu ibu kandung



"Awalnya mencari sendiri, ya susah juga karena masalah bahasa, akhirnya kami mendirikan yayasan," kata Ana.

Ketika mencari orang tua rekannya, Ana juga beberapa kali mengalami kesulitan karena perubahan akibat pembangunan dan ketidakjelasan identitas orang tua.

"Banyak gedung yang berubah, para saksi meninggal, dan banyak orang tua yang tidak tinggal di Jakarta," kata dia.

Namun terkadang, orang tua angkat menyimpan dokumen secara lengkap seperti KTP orang tua kandung yang membantu pencarian.

"Di dalamnya kami menemukan KTP ibunya, desanya, kami ke sana, bertanya ke kelurahan RT dan RW," jelas Ana.

Pencarian orang tua kandung ini juga dilakukan melalui media lokal, siaran radio, akun Facebook 'Mencari Orang tua Kandung' dan jaringan Yayasan Mijn Roots di berbagai daerah, namun dokumen adopsi 'yang palsu' 



sering menyulitkan pencarian.

"Terkadang dokumennya tidak benar, nama yang dipalsukan, itu sulit dicari, namun jika dokumennya benar, kami seringkali menemukannya hanya dalam waktu beberapa hari saja," jelas dia

Rekannya pendiri Yayasan Mijn Roots, Christine, juga merupakan anak yang diadopsi warga Belanda, namun belum menemukan orang tua kandungnya.

Melalui berbagai sumber Yayasan Mijn Roots menemukan sekitar 3.000 anak Indonesia diadopsi pada kurun waktu 1974-1983, kebanyakan oleh warga Belanda, beberapa oleh WN Swedia, Prancis, Islandia, Jerman dan negara Eropa lainnya.

Menurut Ana, masih banyak anak-anak tersebut yang berupaya mencari orang tua atau keluarga biologisnya.

Foto dan video oleh Dwiki Marta, dokumentasi Andre Kuik dan Ana van Keulen.






close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==